Cukupkah mengandalkan perlindungan BPJS?
JAKARTA. Sejak 1 Januari 2017, pemerintah telah memberlakukan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berdasarkan Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Di situ, ada lima hal yang harus dijamin negara, salah satunya kesehatan. Nah, lembaga yang ditunjuk untuk mengelola jalannya jaminan kesehatan (jamkes) ini adalah PT Askes (Persero), yang berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Dengan adanya satu sistem penjaminan kesehatan ini, sistem jaminan dilebur menjadi satu. Antara lain, jaminan kesehatan bagi aparatur sipil negara, pensiunan pegawai negeri sipil, TNI dan Polri, hingga pegawai swasta yang sebelumnya menggunakan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kesehatan (Jamsostek). Dus, jumlah peserta yang harus dijamin BPJS Kesehatan juga makin besar. "Sekarang sudah 123 juta jiwa," kata Purnawarman Basundoro, Direktur Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan . Jumlah peserta BPJS saat ini merupakan gabungan dari peserta PT Askes, Jamsostek, hingga Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat).
Purnawarman menambahkan, BPJS Kesehatan menargetkan setidaknya pada 2019 mendatang, jumlah peserta jamkes BPJS Kesehatan sudah mencakup seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun ini, Anda yang berprofesi sebagai pegawai negeri, TNI, Polri, pensiunan pegawai negeri atau pegawai swasta yang memiliki kartu jamkes Jamsostek umumnya telah otomatis menjadi peserta BPJS.
Lalu, apa yang berubah? Seperti disebutkan sebelumnya, jumlah peserta jelas bertambah. Bila semula Anda menggunakan skema jamkes dari PT Askes bersama 16,5 juta peserta lainnya, kini Anda memiliki skema yang sama dengan ratusan juta orang lain yang menjadi peserta BPJS. Satu hal lagi, kepesertaan BPJS ini bersifat wajib. Itu berarti, sebagai warga negara, mau tak mau Anda akan masuk dalam skema jamkes yang diselenggarakan BPJS. Padahal, pemerintah juga membebankan iuran premi pada peserta kesehatan atau pemberi kerja peserta kesehatan. Pengaturan besaran premi ini dapat Anda cek langsung pada Perpres nomor 111/ 2013 tentang Perubahan Atas Perpres nomor 12 tahun 2003 tentang Jaminan Kesehatan.
Secara umum, kata Purnawarman, manfaat atau benefit pertanggungan yang diterima peserta tidak berubah. "Manfaat sama dengan Askes dulu yang ada promotif, preventif, kuratif, dan reaktif," jelasnya. Artinya, segala jenis kondisi dan jenis penyakit masuk dalam cakupan BPJS tanpa mempertimbangkan usia dan kondisi peserta. (Baca : Fungsi Asuransi)
Bedanya, BPJS Kesehatan ini memberlakukan sistem kapitasi, yaitu BPJS Kesehatan akan membayar sejumlah dana sesuai jumlah orang yang terdaftar di sebuah fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat pertama, yaitu puskesmas, klinik yang ditunjuk, serta dokter keluarga. Berarti, Anda sebagai peserta BPJS Kesehatan tidak memiliki kebebasan berpindah-pindah lokasi berobat.
Selain itu, Anda juga harus mendapatkan layanan dari Faskes tingkat pertama lebih dulu. Jika diperlukan penanganan lebih lanjut, Anda bisa meminta rujukan dari Faskes tersebut ke rumahsakit.
Risza Bambang, perencana keuangan sekaligus Chairman One Shildt Financial Planning menilai, skema jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan ini bersifat managed care. "Berbeda dengan asuransi yang menanggung sesuai premi yang dibayarkan,"ujar Risza. Artinya, meskipun BPJS Kesehatan menanggung berbagai kondisi penyakit pasien, tanggungan itu terbatas.
Purnawarman sendiri bilang bahwa perhitungan pertanggungan atas tiap kondisi ini berdasarkan hitungan rata-rata dari sekian kasus yang sama. "Misalnya, untuk berobat sakit A perlu biaya Rp 5 juta. Ya, rumahsakit juga harus bisa mengelola dana itu untuk sakit A tanpa membebankan pada pasien," jelas Purnawarman.
Patut diketahui, iuran premi BPJS ini juga dibagi menjadi tiga kelas layanan rawat inap, yakni kelas I, kelas II, dan kelas III. Untuk pegawai negeri, kelas layanan ini mengikuti golongan pangkat. Namun, bagi pekerja non-upah alias para wirausaha, mereka bisa memilih layanan dengan besaran premi yang berbeda. Untuk mendapatkan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III, preminya sebesar Rp 25.500 per bulan. Lalu, untuk kelas II sebesar Rp 42.500, dan Rp 59.500 per bulan untuk kelas I.
Namun, Anda tetap memerlukan rujukan Faskes tingkat pertama lebih dulu sebelumnya. Jadi, bagi mantan pemegang kartu Askes, misalnya, yang semula bisa menyambangi langsung rumahsakit, kini akan merasa repot karena harus mendapatkan layanan kesehatan di puskesmas lebih dulu.
Kesembuhan, bukan kenyamanan
Risza bilang, pada dasarnya BPJS ini memiliki tujuan yang baik karena memberikan perlindungan atau proteksi yang menyeluruh terhadap semua warga negara Indonesia dari risiko kehidupan, yakni penyakit dan kematian. Tapi, pemerintah baru memberikan layanan dasar alias normatif.
Risza bilang, pada dasarnya BPJS ini memiliki tujuan yang baik karena memberikan perlindungan atau proteksi yang menyeluruh terhadap semua warga negara Indonesia dari risiko kehidupan, yakni penyakit dan kematian. Tapi, pemerintah baru memberikan layanan dasar alias normatif.
Karena itu, ada syarat kepesertaan wajib serta penggolongan layanan. "Kalau perlindungan yang diberikan melebihi batas normatif, menurut saya, itu sudah tidak sesuai esensi sebagai jaminan sosial atau social security," ujar Risza.
Manfaat BPJS Kesehatan ini sebetulnya lebih diperlukan oleh masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah. "Ini, kan, yang jadi fokus adalah sembuhnya, jadi mungkin dari segi kenyamanannya kurang,' kata perencana keuangan Diana Sanjaya.
Karena itu, Diana menyarankan, bila Anda memiliki dana lebih, sebaiknya Anda mengambil asuransi kesehatan. "Sebaiknya memilih asuransi dengan premi yang sesuai kemampuan," ujar dia.
Nah. pilihan akhir ada di tangan Anda. Jika Anda merasa cukup memperoleh perlindungan kesehatan normatif, barangkali, menjadi peserta BPJS saja sudah cukup. Namun, jika menginginkan kesehatan dan sekaligus kenyamanan, Anda mesti rela merogoh kocek lebih dalam untuk membeli asuransi kesehatan di luar BPJS.
Baca Juga